Jumat, 20 Agustus 2010

DOSA- DOSA BESAR MERAMPOK

DOSA- DOSA BESAR

Berdasarkan nash Al-Qur'an dan sunah Rasulullah saw, dosa yang dilakukan manusia dibagi menjadi dosa kecil dan dosa besar. Pada pembahasan kali ini, kita akan lebih memfokuskan pada pembahasan dosa- dosa besar. Sebab jenis dosa inilah yang perlu diperhatikan secara lebih serius oleh kaum muslimin, sekalipun mereka juga tetap harus berusaha sekuat tenaga untuk menjauhi dosa-dosa kecil. Karena dosa- dosa kecil yang dilakukan secara terus- menerus juga akan berubah menjadi dosa besar.
Adapun pengertian dosa besar sendiri menurut sebagian ulama adalah setiap dosa yang mengharuskan adanya hadd (sanksi hukuman yang telah diatur oleh syari'at, seperti hukum rajam, cambuk 100 kali, dan hukum qishash), atau semua jenis dosa yang diancam oleh Allah dengan ancaman neraka Jahanam atau laknat dan murka- ¬Nya.
Orang yang melakukan dosa besar tetap dikategorikan sebagai seorang mukmin. Hanya saja tingkat keimanannya dianggap rendah sehingga dia termasuk dalam golongan orang fasiq (orang yang berdosa besar). Dia tidak dianggap keluar dari agama Islam karena perbuatan dosa besarnya tersebut, kecuali dia menganggap kemaksiatannya sebagai sesuatu yang halal untuk dilakukan. Berikut ini akan disebutkan beberapa jenis dosa besar yang perlu dihindari oleh setiap kaum muslimin.

A. Merampok
Dalam khazanah hukum Islam, tindak perampokan dikategorikan dalam pembahasan hudud, tepatnya kasus hirabah atau qutha’uth- thuruq. Hirabah atau qutha’uth- thuruq sebenarnya adalah sekelompok orang yang dengan sengaja mempersenjatai dirinya dan bertujuan melakukan perompakan, pembunuhan, teror dan menyebarkan keresahan di tengah- tengah masyarakat. Tentu saja tindakan seperti ini termasuk dalam kategori berbuat kerusakan di muka bumi yang jelas- jelas hukumnya haram. Hirabah sendiri dibagi menjadi dua: Pertama, ahlu bughah (kelompok separatis) dan kedua, qutha’uth- thuruq (pembegal atau perampok). Bughah adalah sekelompok orang yang memisahkan diri dari penguasa yang sah (separatis) dan mempersenjatai dirinya. Sementara qutha’uth- thuruq adalah sekelompok orang yang merampok harta manusia dengan menggunakan senjata dan melakukan teror terhadap korbannya.
Allah swt tidak main- main dalam menberikan hukuman bagi orang yang mengusik ketenteraman umum. Pelaku hirabah akan dikenai hukuman mati, disalib, dan potong tangan dan kaki secara bersilangan, atau dibuang dari negerinya. Hal ini didasarkan pada firman Allah swt,

Artinya :
“ Sesungguhnya pembalasan terhadap orang- orang yang memerangi Allah dan rasul- Nya dan membuat kerusakan di muka bumi, hanyalah mereka dibunuh atau disalib, atau dipotong tangan dan kaki mereka dengan bertimbal balik, atau dibuang dari negeri (tempat kediamannya). yang demikian itu (sebagai) suatu penghinaan untuk mereka didunia, dan di akhirat mereka beroleh siksaan yang besar. “ QS. Al- Maidah/ 5: 33.

Namun demikian, sanksi bagi pelaku hirabah tergantung pada jenis pelanggaran yang mereka lakukan. Hukuman mati akan dijatuhkan, jika pelakunya melakukan pembunuhan, namun tidak merampok harta benda korbannya. Hukuman mati dan penyaliban akan dijatuhkan, jika pelaku hirabah melakukan pembunuhan dan perampasan harta benda. Hukuman potong tangan kanan dan kaki kiri secara bersilang dijatuhkan, jika pelaku melakukan perampokan, namun tidak membunuh seorangpun. Sedangkan sanksi pengasingan akan dijatuhkan jika mereka melakukan teror, namun tidak melakukan perampokan dan pembunuhan.

B. Membunuh
Untuk menjaga kemuliaan manusia, Allah swt memerintahkan manusia untuk menjaga derajat kemanusiaannya yang sangat agung. Allah juga memerintahkan manusia untuk menjauhkan dirinya dari segala hal yang menghancurkan ataupun merendahkan harkat dan martabat kemanusiaarmya. Inilah yang dimaksud dengan hifdzun- nafs (memelihara kehormatan jiwa) yang merupakan salah satu prinsip utama dalam ajaran Islam. Yang termasuk dalam kategori hifdzun- nafs adalah larangan untuk membunuh sesama.
Allah swt melarang tindak pembunuhan dan mengancam pelakunya dengan neraka Jahanam. Di dalam Al-Qur'an Allah telah berfirman,

Artinya :
“ Dan barangsiapa yang membunuh seorang mukmin dengan sengaja Maka balasannya ialah Jahannam, kekal ia di dalamnya dan Allah murka kepadanya, dan mengutukinya serta menyediakan azab yang besar baginya.”
QS. An- Nisa’/ 4: 93.

Dalam konteks Islam, tindak permbunuhan dibagi menjadi 3 macam: Pertama, al-Qatlul ‘Amdu, yakni pembunuhan yang disengaja dan terencana serta dilakukan dengan media yang memang digunakan untuk membunuh seperti pisau, parang, panah dan semacamnya. Kedua, alQatl Syibu ‘Amdi, yaitu seseorang yang berniat membunuh, tapi tidak menggunakan alat yang mematikan. Ketiga, al- Qatul Khatha' yaitu pembunuhan yang tidak disengaja serta tidak direncanakan, bisa jadi karena salah sasaran atau keteledoran si pelaku. Dalam Islam, semua pelaku jenis pembunuhan di atas tetap mendapatkan sanksi, apapun bentuk dan motif pembunuhannya. Yang membedakan nanti adalah bentuk hukuman atau sanksi yang akan diberikan. Tentu pembunuhan yang tidak sengaja tidak akan dituntut hukuman qishash (hukuman mati).

C. Tindak Asusila (Berzina)
Setiap orang mendambakan terwujudnya ketertiban sosial. Sayangnya, dambaan masyarakat tersebut semakin jauh di tengah realitas sosial kita. Kejahatan merajalela, dan tidak asusila merebak dimana- ¬mana. Hukum yang seharusnya bisa bersuara lantang, justru sulit ditegakkan. Setidaknya tindak asusila, yakni praktik perzinaan perlu mendapatkan perhatian serius. Sebab kecenderungan masyarakat kita sekarang menyerap budaya Barat yang serba permisif, sehingga tindakan yang jelas- jelas bertentangan dengan norma agama dianggap sebagai urusan pribadi yang tidak layak dicampuri oleh orang lain. Padahal Allah swt jelas- jelas memeringatkan kaum muslimin untuk tidak terjebak pada perilaku buruk-tersebut. Tentu saja dengan cara saling mengingatkan antara individu vang satu dengan lainnya. Allah telah berfirman,

Artinya :
“ Katakanlah kepada orang laki- laki yang beriman: "Hendaklah mereka menahan pandanganya, dan memelihara kemaluannya; yang demikian itu adalah lebih Suci bagi mereka, Sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang mereka perbuat". QS. An- Nur/ 24: 30.

Sekalipun tidak ada hukum pidana yang bisa menjerat tindak asusila yang dilakukan di tengah masyarakat, seharusnya kita kembali merujuk pada budaya Timur dan ajaran agama yang kita anut. Bukankah norma masyarakat secara umum menolak pelanggaran moral seperti itu? Bukankah sering kita dengar kejadian di tengah-tengah kita bahwa pelaku tidak asusila acap kali digerebek petugas Satpol PP dan warga yang merasa terganggu? Belum lagi apabila dikaitkan dengan ajaran Islam, jelas sama sekali tidak pernah menolelir tindak asusila. Harus disadari bahwa kerusakan moral anak-anak bangsa melalui tindak amoral akan semakin memicu terpuruknya kondisi bangsa ini.
Perzinaan dapat merusak tatanan sosial dan juga mengacaukan hubungan geneologis (garis keturunan) antarmanusia, dengan lingkungan hidup dan alam semesta. Oleh karena itu, untuk menekan perkembangan tindak asusila di tengah masyarakat, setiap individu harus berperan aktif untuk menghindarinya. Hendaknya pendidikan untuk menjauhi tindakan amoral telah ditanamkan sejak dini di tengah¬- tengah lingkungan keluarga. Orang tua seharusnya memiliki perang vital untuk menanamkan nilai- nilai agama dan juga budaya ketimuran yang senantiasa harus dipertahankan. Dengan dimulai dari lingkungan kelurga, maka akan tercipta generasi yang memiliki komitmen kuat untuk menjauhi tindak asusila. jika semangat tersebut telah tertanam dalam jiwa masing- masing individu, niscaya kondisi lingkungan yang harmonis dan tenteram akan terwujud.
Tentu hal ini tidak lepas dari sikap keteladanan dari semua pihak, baik orang tua, tokoh masyarakat, maupun para pemuka agama. Karena hanya melalui proses keteladanan penanaman moral bisa berjalan secara efektif. Di samping itu, semua pihak diharap konsisten untuk menerapkan integritas moralnya. Ketika ada salah satu pihak yang melanggar aturan moral yang telah disepakati, hendaklah diambil tindakan yang tegas tanpa pandang bulu. Hanya dengan demikian sajalah tindak asusila bisa ditekan dan dikikis dari tengah masyarakat.

D. Pelanggaran hak Azasi Manusia (HAM)
Di antara satu satu dari keistimewaan Islam adalah bersifat universal. Jauh sebelum dunia Barat membicarakan masalah Hak Asasi Manusia (HAM), ruh dari gagasan tersebut telah dibahas dan diatur dalam Islam. Isu tentang HAM sebenarnya baru dimunculkan dunia Barat sekitar 60 puluh tahun yang lalu. Deklarasi HAM baru ditandatangani tahun 1948, sementara Islam sejak ribuan tahun lalu telah mengajarkan prinsip-prinsip HAM kepada umat manusia.
Pada prinsipnya, HAM adalah hak-hak dasar yang menjadi milik manusia sejak lahir. Oleh karena itu, perbedaan warna kulit, ras, bahasa, dan etnik sama sekali tidak boleh mempengaruhi hak dasar yang telah dimiliki manusia sejak lahir. Karena hak-hak asasi tersebut bersifat sangat mendasar dan universal. Dan Islam sendiri menghargai bahkan menjunjung tinggi hak setiap individu dan melarang orang lain untuk melanggarnya. Bahkan keistimewaan nilai-nilai HAM yang diajarkan Islam adalah selaras dengan fitrah manusia. Sebagian di antara nilai-nilai tersebut adalah keadilan, bersikap baik kepada orang lain, menghormati orang yang lebih tua, menyayangi mereka yang lebih muda, usaha untuk mencapai kemerdekaan, dan beberapa hak yang lainnya.
HAM alam perspektif Islam menganggap kehidupan sebagai sesuatu yang memiliki peran penting. Hidup adalah sebuah amanat Ilahi dan tidak boleh disia- siakan begitu saja. Oleh karena itu, menghilangkan nyawa janin merupakan sebuah perbuatan dosa dan bertentangan dengan HAM. Dalam Islam sangat jelas bahwa nyawa manusia harus dihargai dan dilindungi. Tindakan bunuh diri atau membunuh orang lain jelas bertentangan dengan HAM yang sekaligus sebagai inti dari ajaran Islam. Islam juga memandang bahwa kehidupan manusia terdiri dari dua macam, yaitu kehidupan fisik dan kehidupan spiritual. Khusus mengenai kehidupan spiritual, Islam memberikan kebebasan setiap individu untuk menganut keyakinan tertentu tanpa ada unsur paksaan.
Unsur HAM yang lain adalah melindungi kehormatan dan kemuliaan semua manusia. Tentu saja hal ini juga menjadi ajaran Islam. Islam menganggap manusia sebagai makhluk terbaik dan khalifah Allah di muka bumi. Dengan kata lain, Islam tidak hanya mengakui hak hidup manusia, tetapi bahkan menyaratkan manusia agar hidup di muka bumi secara layak dan mulia. Itu artinya, Islam melarang penganutnya untuk melakukan tindakan penghinaan, merendahkan, atau mendiskriminasi sebagian manusia yang lain. Bukankan ajaran Islam menyebutkan bahwa kehormatan manusia ditentukan oleh kadar ketakwaannya kepada Allah swt.
Hal penting lain yang menjadi unsur HAM adalah kebebasan. Pada dasarnya, Islam sangat mengakui kebebasan setiap individu. Hanya saja ada yang membedakan antara kebebasan yang dikehendaki Islam dengan yang diingini HAM Barat. Kebebasan yang diinginkan Islam adalah untuk mencapai kesempumaan dan kemuliaan, bukan bebas tanpa batas. Kebebasan dalam Islam merupakan kebebasan bersyarat, yaitu kebebasan yang tidak boleh melanggar kebebasan orang lain, kebebasan tidak boleh menyeret kepada tindak kejahatan, dan kebebasan tidak boleh menghalangi manusia untuk mencapai kesempurnaannya.
Ironisnya, kebebasan dalam pandangan HAM Barat tidak memiliki batas selain hanya larangan melanggar kebebasan orang lain. Akibatnya, di negara- negara Barat diterapkan kebebasan tanpa kendali. Ujung- ujungnya terjadilah perbuatan amoral dan tidak sesuai dengan tujuan hidup manusia. Hubungan seks antara laki- laki dan perempuan di Barat sedemikian bebasnya, sehingga sendi- sendi keluarga menjadi hancur, angka perceraian tinggi, dan banyak anak- anak yang lahir tanpa bapak yang jelas. Selain itu, penyakit akibat pergaulan bebas, semisal HIV - AIDS, merebak luas dan merenggut korban termasuk bayi - bayi tidak berdosa sekalipun. Demikianlah ajaran nilai - nilai HAM yang diajarkan dalam Islam dan harus dibedakan dengan spirit HAM yang didengungkan dunia Barat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar